Senin, 04 April 2011

PRIVASI

Pengertian Privasi
Privasi adalah salah satu konsep dari gejala persepsi manusia terhadap lingkungannya. Rapport (dalam Soesilo, 1988) mendefinisikan privasi sebagai suatu kemampuan untuk mengontrol interaksi, kemampuan untuk memperoleh pilihan-pilihan dan kemampuan untuk mencapai interaksi seperti yang diinginkan.
Kerahasiaan pribadi (Bahasa Inggris: privacy) adalah kemampuan satu atau sekelompok individu untuk mempertahankan kehidupan dan urusan personalnya dari publik, atau untuk mengontrol arus informasi mengenai diri mereka. Privasi kadang dihubungkan dengan anonimitas walaupun anonimitas terutama lebih dihargai oleh orang yang dikenal publik. Privasi dapat dianggap sebagai suatu aspek dari keamanan.
Hak pelanggaran privasi oleh pemerintah, perusahaan, atau individual menjadi bagian di dalam hukum di banyak negara, dan kadang, konstitusi atau hukum privasi. Hampir semua negara memiliki hukum yang, dengan berbagai cara, membatasi privasi, sebagai contoh, aturan pajak umumnya mengharuskan pemberian informasi mengenai pendapatan. Pada beberapa negara, privasi individu dapat bertentangan dengan aturan kebebasan berbicara, dan beberapa aturan hukum mengharuskan pemaparan informasi publik yang dapat dianggap pribadi di negara atau budaya lain.
Privasi dapat secara sukarela dikorbankan, umumnya demi keuntungan tertentu, dengan risiko hanya menghasilkan sedikit keuntungan dan dapat disertai bahaya tertentu atau bahkan kerugian.
Lang (1987) berpendapat bahwa tingkat dari privasi tergantung dari pola-pola perilaku dalam konteks budaya dan dalam kepribadian dan aspirasi dari keterlibatan individu.
Altman (1975), mendefinisikan privasi dalam bentuk yang lebih dinamis. Menurutnya privasi adalah proses pengontrolan yang selektif terhadap akses kepada diri sendiri dan akses kepada orang lain.


Altman (1975) menjabarkan beberapa fungsi privasi, antara lain:
1. Privasi adalah pengatur dan diinginkan, kapan waktunya menyendiri dan kapan waktunya bersama-sama dengan orang lain,
Privasi dibagi 2, yaitu
a)      Privasi rendah, yang terjadi bila hubungan dengan orang lain yang dikehendaki,
b)      Privasi tinggi, yang terjadi bila hubungan dengan orang lain dikurangi.
2. Merencanakan dan membuat strategi untuk berhubungan dengan orang lain, yang meliputi keintiman atau jarak dalam berhubungan dengan orang lain,
3. Memperjelas identitas diri.
Untuk mencapai macamnya privasi, maka ia akan mengontrol dan mengatur melalui suatu mekanisme perilaku, yang digambarkan oleh Altman sebagai berikut:
1. Perilaku verbal
Perilaku ini dilakukan dengan cara mengatakan kepada orang lain secara verbal, sejauh mana orang lain boleh berhubungan dengannya. Misalnya “Maaf, saya tidak punya waktu”.
2. Perilaku non verbal
Perilaku ini dilakukan dengan menunjukkan ekspresi wajah atau gerakan tubuh tertentu sebagai tanda senang atau tidak senang. Misalnya seseorang akan menjauh dan membentuk jarak dengan orang lain, membuang muka ataupaun terus menerus melihat waktu yang menandakan bahwa dia tidak ingin berinteraksi dengan orang lain, begitu juga sebaliknya.
3. Mekanisme kultural
Budaya mempunyai bermacam-macam adat istiadat, aturan atau norma, yang menggambarkan keterbukaan atau ketertutupan kepada orang lain dan hal ini sudah diketahui oleh banyak orang pada budaya tertentu (Altman, 1975; Altman & Chemers dalam Dibyo Hartono, 1986)
4. Ruang personal
Adalah salah satu mekanisme perilaku untuk mencapai privasi tertentu.penelitian menunjukkan bahwa individu yang mempunyai kecenderungan berafiliasi tinggi, ekstrovert atau yang mempunyai sifat hangat dalam berhubungan interpersonal mempunyai ruang personal yang lebih kecil daripada individu yang introvert (Gillford, 1987).
5. Teritorialitas
Kalau mekanisme ruang personal tidak memperlihatkan dengan jelas kawasan yang menjadi pembatas antara dirinya dengan orang lain maka pada teritorialitas batas-batas tersebut nyata dengan tempat yang relatif tetap.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Privasi
Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi privasi, antara lain:
1. Faktor Personal
Walden dan kawan-kawannya (dalam Gifford, 1987) menemukan adanya perbedaan jenis kelamin dalam privasi. Dalam sebuah penelitian pada para penghuni asrama ditemukan bahwa antara pria dan wanita terdapat perbedaan dalam merespon perbedaan keadaan antara ruangan yang berisi dua orang dengan ruangan yang berisi tiga orang. Dalam hubungnnya dengan privasi, subjek pria lebih memilih ruangan yang berisi dua orang, sedangkan subjek wanita tidak mempermasalahkan keadaan dalam dua ruangan tersebut. Hal itu menunjukkan bahwa wanita merespon lebih baik daripada pria bila dihadapkan pada situasi dengan kepadatan yang lebih tinggi.
2. Faktor situasional
Penelitian Marshall (dalam Gifford, 1987) tentang privasi dalam rumah tinggal, menemukan bahwa tinggi rendahnya privasi di dalam rumah antara lain disebabkan oleh seting rumah. Seting ruamh disini sangat berhubungan seberapa sering para penghuni berhubungan dengan orang, jarak antara rumah dan banyaknya tetangga sekitar rumah. Seseorang yang mempunyai rumah yang jauh dari tetangga dan tidak dapat melihat banyak rumah lain di sekitarnya dari jendela dikatan memiliki kepuasan akan privasi yang lebih besar.
3. Faktor budaya
Penemuan dari beberapa peneliti tentang privasi dalam berbagai budaya (seperti Patterson dan Chiswick pada suku Iban di Kalimantan, Yoors pada orang Gypsy dan Geertz pada orang Jawa dan Bali) memandang bahwa pada tiap-tipa budaya tidak ditemukan adanya perbedaan dalam banyaknya pprivasi yang diiginkan, tetapi sangat berbeda dalam cara bagaimana mereka mendapatkan privasi (Gifford, 1987).
Pengaruh Privasi terhadap Perilaku
Altman (1975) menjelaskan bahwa fungsi psikologis dari perilaku yang penting adalah untuk mengatur interaksi antara seseorang atau kelompok dengan lingkungan sosial. Bila seseorang dapat mendapatkan privasi seperti yang diinginkannya maka ia akan dapat mengatur kapan harus berhubungan dengan orang lain dan kapan harus sendiri.
Privasi juga berfungsi mengembangkan identitas pribadi, yaitu mengenal dan menilai diri sendiri (Altman, 1975; Sarwono, 1992; Holahan, 1982). Proses mengenal dan menilai diri ini tergantung pada kemampuan untuk mengatur sifat dan gaya interaksi sosial dengan orang lain. Bila kita tidak dapat mengontrol interaksi dengan orang lain, kita akan memberika informasi yang negatif tentang kompetisi pribadi kita (Holahan, 1982) atau akan terjadi proses ketelanjangan sosial dan proses deindividuasi (Sarwono, 1992)
Privasi dalam Konteks Budaya
Altman (1975) “ruang keluarga” di dalam rumah pada rumah-rumah di daerah pinggiran Amerika Serikat umumnya dijadikan tempat untuk berinteraksi sosial dalam keluarga. Rumah-rumah di sana, menggunakan ruang-ruang tertentu seperti ruang baca, ruang tidur, dan kamar mandi sebagai tempat untuk menyendiri dan tempat untuk berpikir. Dengan cara itu seseorang yang tidak memiliki cukup ruang di dalam rumah dapat memperoleh privasi secara maksimal. Untuk mencapai privasi yang berbeda kita harus pergi ke suatu tempat lain. Kita tidak pernah berpikir untuk memiliki ruang yang sama untuk beberapa fungsi serta dapat diubah sesuai dengan kebutuhan kita. Untuk berubahnya kebutuhan, kita tidak perlu mengubah tempat. Prinsip ini telah digunakan oleh orang Jepang, dimana di dalam rumah dinding dapat dipindah-pindahkan keluar dan ke dalam ruangan. Satu area yang sama mungkin dapat difungsikan untuk makan, tidur, dan interaksi sosial dalam waktu yang berbeda. Logikanya adalah bahwa penggunaan lingkungan yang mudah diubah-ubah tersebut adalah cara agar lingkungan tersebut fleksibel terhadap perubahan kebutuhan privasi.
Contoh Kasus
Contoh 1 adalah pengorbanan privasi untuk mengikut suatu undian atau kompetisi; seseorang memberikan detil personalnya (sering untuk kepentingan periklanan) untuk mendapatkan kesempatan memenangkan suatu hadiah.
Contoh 2 adalah jika informasi yang secara sukarela diberikan tersebut dicuri atau disalahgunakan seperti pada pencurian identitas.
Contoh 3 adalah Pihak kepolisian Australia didesak untuk menyelidiki Google atas tuduhan pelanggaran privasi hukum telekomunikasi. Aduan itu digelontorkan oleh anggota masyarakat atas kegiatan para pegawai raksasa mesin pencari itu yang mengambil foto dan informasi pribadi mereka untuk layanan peta Google Maps. Sementara itu layanan Street View yang dibidani Google juga banyak mendapat kecaman di berbagai wilayah. Beberapa orang merasa tidak nyaman dengan pengumpulan informasi pribadi yang dilakukan oleh situs raksasa internet, seperti Google dan Facebook.
(source : http://www.detikinet.com/read/2010/06/07/135957/1373167/398/google-dituding-lakukan-pelanggaran-privasi )

SUMBER:
http://id.wikipedia.org/wiki/Privasi, Diakses 4 april 2011 pukul 19.40










Senin, 28 Maret 2011

Teritorialitas

Teritorialitas

Pengertian Teritorialitas
Holahan (dalam Iskandar, 1990, mengungkapkan bahwa teritorialitas adalah suatu tingkah laku yang diasosiasikan pemilikan atau tempat yang ditempatinya atau area yang sering melibatkan ciri pemiliknya dan pertahanan dari serangan orang lain. Dengan demikian menurut Altman (1975) penghuni tempat tersebut dapat mengontrol daerahnya atau unitnya dengan benar, atau merupakan suatu teritorial primer.
Elemen-elemen Teritorialitas
Menurut Lang (1987), terdapat empat karakter dari teritorialitas, yaitu :
·       kepemilikan atau hak dari suatu tempat
·      personalisasi atau penandaan dari suatu area tertentu
·      hak untuk mempertahankan diri dari gangguan luar
·      pengatur dari beberapa fungsi, mulai dari bertemunya kebutuhan dasar psikologis sampai kepada kepuasan kognitif dan kebutuhan-kebutuhan estetika.

Porteus (dalam Lang, 1987) mengidentifikasikan 3 kumpulan tingkat spesial yang saling terkait satu sama lain :
·       personal space
·      home base, ruang-ruang yang dipertahankan secara aktif
·      home range, seting-seting perilaku yang terbentuk dari bagian kehidupan seseorang 

Teritorialitas dibagi menjadi tiga, yaitu : teritorial primer, teritorial sekunder dan teritorial umum.
Teritorialitas Primer
Jenis teritori ini dimiliki serta dipergunakan secara khusus bagi pemiliknya. Pelanggaran terhadap teritori utama ini akan menimbulkan perlawanan dari pemiliknya dan ketidakmampuan untuk mempertahankan teritori utama ini akan mengakibatkan masalah serius terhadap psikologis pemiliknya, yaitu dalam hal harga diri dan identitas. Contoh teritorial berdasarkan di kehidupan sehari – hari misalnya : Ruang kerja,Ruang tidur.
Teritorialitas SekunderJenis teritori ini lebih longgar pemakaian dan kontrol perorangannya. Teritorial ini dapat digunakan orang lain yang masih di dalam kelompok ataupun orang yang mempunyai kepentingan kepada kelompok itu. Sifat teritorial sekunder adalah semi – publik.
contoh teritorial berdasarkan di kehidupan sehari – hari misalnya : Kantor, Toilet
Teritorialitas UmumTeritorial umum dapat digunakan oleh setiap orang dengan mengikuti aturan – aturan yang lazim di dalam masyarakat dimana teritorial umum itu berada. Teritorial umum dapat dipergunakan secara sementara dalam jangka waktu lama maupun singkat.
Contoh teritorial berdasarkan di kehidupan sehari – hari misalnya : Ruang kuliah, Bangku Bus.
Perbedaan Budaya
Secara budaya terdapat perbedaan sikap teritori hal ini dilatar belakangi oleh budaya seseorang yang sangat beragam. Apabila seseorang mengunjungi ruang publik yang jauh berada diluar kultur budayanya pasti akan sangat berbeda sikap teritorinya. Sebagai contoh seorang Eropa datang dan berkunjung ke Asia dan dia melakukan interaksi sosial di ruang publik negara yang dikunjungi, ini akan sangat berbeda sikap teritorinya.
Teritorialitas dan Perbedaan Budaya
Teritorialitas pada setiap negara berbeda-beda tergantung dari budaya yang dimiliki oleh negara tersebut. Jenis kelamin juga mempengaruhi teritorialitas seeorang, dimana wanita memerlukan ruang yang lebih kecil dibandingkan pria. Lalu penduduk desa lebih tinggi toleransinya dalam menentukan teritorialitasnya dibandingkan dengan penduduk yang tinggal diperkotaan.

1. Prinsip Teritorial (Territorial Principle):
Prinsip ini lahir dari pendapat bahwa sebuah negara memiliki kewenangan absolut terhadap orang, benda dan kejadian-kejadian di dalam wilayahnya sehingga dapat menjalankan yurisdiksinya terhadap siapa saja dalam semua jenis kasus hukum (kecuali dalam hal adanya kekebalan yurisdiksi seperti yang berlaku kepada para diplomat asing). Penerapan asas ini akan menemui kesulitan dalam hal kejadian kriminal yang melibatkan dua atau lebih negara.
Contoh:
Misalnya seorang pria menembakkan senjatanya di dalam wilayah Negara Ruritania dan melewati batas Negara tersebut sehingga mengenai pria lain dan terbunuh di negara Bloggovia.
Untuk menyelesaikan masalah ini, prinsip territorial telah mengenal dua metode pelaksanaan, yaitu secara “subyektif” dan secara “obyektif

Subjective territorial principle:
Prinsip ini memberikan yurisdiksi kepada negara yang di wilayahnya tindakan kriminal “dimulai” meskipun akibatnya terjadi di wilayah Negara lain.

Objective territorial principle:
Merupakan kebalikan dari prinsip diatas, prinsip ini memberikan yurisdiksi kepada negara dimana akibat dari perbuatan kriminal tersebut terjadi, meskipun dimulai di luar wilayah Negara tersebut.

Contoh kasus:
Komando teritorial TNI AD pasca Gerakan Mei 1998
Reformasi internal TNI AD setelah kejatuhan rezim Soeharto pada bulan Mei 1998, khususnya pembentukan kembali Kodam Pattimura di Maluku dan Kodam Iskandar Muda di Nanggroe Aceh Darussalam pasca Gerakan Mei 1998. Bagi pihak TNI (TNI AD) program tersebut merupakan jawaban atas tekanan publik politik yang menghendaki TNI kembali ke barak. Namun pokok masalahnya adalah program tersebut tetap tidak memuaskan publik politik (kubu reformasi), karena disamping program ini lahir dari inisiatif TNI sendiri juga dinilai belum mampu menghapus keseluruhan praktek `dwifungsi ABRI' termasuk melikuidasi/merestrukturisasi Koternya. Bagi TNI AD Kodam Bukit Barisan; meliputi Aceh dan Kodam Trikora; meliputi Maluku keduanya dinilai sudah tidak efektif dan efesien lagi dalam menangani konflik tersebut. Selain pertimbangan konflik penambahan Kodam juga didasarkan atas berbagai sebab-sebab internal dan ekternal TNI AD. Sebab-sebab internal TNI AD diidentifikasi ke dalam faktor profesionalisme, orientasi politik dan orientasi ekonomi. Sedang sebab-sebab eksternal TNI AD meliputi faktor rekomendasi kebijakan (formulasi politik dan format kebijakan) pemerintahan sipil dan faktor stabilitas politik dan keamanan dalam negeri. Pasca Gerakan Mei 1998 tugas dan fungsi -Kodam-- Koter TNI AD masih menyentuh pelaksanaan fungsi sospol. Penyebab utamanya adalah karena dalam struktur Koter TNT AD masih terdapat fungsi non-militer; fungsi pembinaan teritorial (binter) yang dalam prakteknya dapat bermakna luas. Kebijakan TNI AD menambah Kodamnya menunjukkan kecenderungannya ke arah `pretorian populis' (mass pretorian) dan `moderator pretorian' untuk beradaptasi dengan pemerintahan sipil `model liberal' tuntutan reformasi, setelah terlebih dahulu beralih ke tipologi 'arbitrator army' untuk tetap sebagai `pasukan bedah besi' dengan sedikit berpartisipasi di pemerintahan (co-ruler). Koter TNI AD pasca Gerakan Mei 1998 yang masih terbukti memiliki fungsi sospol menunjukkan bahwa konteslasi hubungan sipil-militer masih berlangsung. Hal ini tentu akan mempengaruhi proses pembangunan pemerintahan demokratis karena menghambat pembentukan institusi militer profesional sebagai syarat utamanya. Kepustakaan : 74 buku, 11 dokumen, 2 makalah, 3 peraturan hukum, 35 surat kabar/majalah, dan 6 internet.
           



SUMBER:

Dharma, Agus.Teori Arsitektur 3.Jakarta:Gunadarma,1998.
http://file.upi.edu, diakses 28 Maret 2011, 21.27
http://eprints.ui.ac.id/6852/, diakses 28 Maret 2011, 22.56





Jumat, 18 Maret 2011

RUANG PERSONAL

RUANG PERSONAL
Pengertian Ruang personal
Istilah personal space pertama kali digunakan oleh Katz pada tahun 1973 dan bukan merupakan sesuatu yang unik dalam istilah psikologi, karena istilah ini juga dipakai dalam bidang biologi, antropologi, dan arsitektur (Yusuf, 1991).
Masalah mengenai ruang personal ini berhubungan dengan batas-batas di sekeliling seseorang. Menurut Somrner (dalam Altman, 1975) ruang personal adalah daerah di sekeliling seseorang’ dengan batas-batas yang tidak jelas dirnana seseorang tidak boleh memasukinya. Goffman (dalam Altman, 1975) menggambarkan nmng personal sebagai jarak daerah di sekitar individu dimana jika dimasuki orang lain, menyebabkan ia merasa batasnya dilanggar, merasa tidak senang, dan kadang-kadang menarik diri.
Beberapa definisi ruang personal secara implisit berdasarkan hasil-hasil penelitian, antara lain:
Pertama, ruang personal adalah batas-batas yang tidak jelas antara seseorang : dengan orang lain.
Kedua, ruang personal sesungguhnya berdekatan dengan diri sendiri. 
Ketiga, pengaturan ruang personal mempakan proses dinamis yang memungkinkan diri kita keluar darinya sebagai suatu perubahan situasi.
Keempat, ketika seseorang melanggar ruang personal orang lain, makadapat berakibat kecemasan, stres, dan bahkanperkelahian.
Kelima, ruang personal berhubungan secara langsung dengan jarak-jarak antar manusia, walaupun ada tiga orientasi dari orang lain: berhadapan, saling membelakangi, dan searah.
Menurut Edward T. Hall
Seorang antropolog, bahwa dalam interaksi sosial terdapat empat zona spasial yang disebut Zona Interaksi Sosial meliputi : jarak intim, jarak personal, jarak sosial, dan jarak publik.
1. Jarak Intim
• Jarak yang dekat/akrab atau keakraban dengan jarak 0 – 18 inci.
• Pada jarak 0 – 6 inci, kontak fisik merupakan hal yang penting.
• Jarak yang diperuntukkan pada “intimate lovers”
• Menyenangkan ketika berinteraksi dengan orang lain yang dicintai, tidcak menyenangkan dalam situasi yang lain.
2. Jarak Pribadi• Karakteristik keregangan yang biasa dipakai individu satu sama lain.
• Jarak antara 1,5 – 4 kaki
• Fase dekat (1,5 – 2,5 kaki) dan fase jauh (2,5 – 4 kaki)
• Fase dekat : masih memungkinkan pertukaran sentuhan, bau, pandangan, dan isyarat – isyarat lainnya.
• Fase jauh : jarak dimana masing – masing orang dapat saling menyentuh dengan mengulurkan tangan. Komunikasi halus (fine grain communication) masih dapat diamati.
• Transisi antara kontak intim dengan tingkah laku umum yang agak formal.
3. Jarak Sosial• Jarak 4 – 12 kaki
• Jarak yang memungkinkan terjadinya kontak social yang umum, seperti hubungan bisnis.
• Fase dekat (4 – 7 kaki)
• Fase jauh (7 – 12 kaki)
4. Zona Publik• Jarak 12 – 25 kaki
• Isyarat – isyarat komunikasi sedikit
• Situasi formal atau pembicaraan umum / orang – orang yang berstatus lebih tinggi.


CONTOH KASUS RUANG PERSONAL
BERDASARKAN BEBERAPA FAKTOR:
Faktor situasional
             Situasi keadaan ruang akan sangat mempengaruhi keberadaan ruang personal. Sebagai contoh, ketika ada wanita yang sangat hobi mendengarkan lagu-lagu bertemakan cinta, suasana yang sering ditimbulkan wanita itu adalah kesan melankolis. Atau dengan kata lain lagu-lagu cinta mengubah karakter pria itu menjadi lebih “nge-pop”. Seperti kata garin nugroho anak-anak muda kita sudah terjangkit yang namanya “virus pop”. akibatnya kalau anak “pop” lagi malas bekerja mereka akan sangat hobi mengunjungi mal-mal atau mengikuti istilah mereka “cuci mata” sebagai tempat berteduh pikiran mereka. Trend-nya mal sebagai tempat berkumpulnya anak-anak muda, disiasati oleh para pengembang untuk membuat lebih banyak proyek pembangunan yang sifatnya konsumtif . Sehingga efeknya adalah keberadaan RTH (ruang tanah hijau ) yang menjadi berkurang atau menghilangkan “modus kebersamaan” . terlihat bahwa situasi ruang yang menyediakan berbagai macam fasilitas dan tidak terseleksi dengan baik, akan mempengaruhi keberadaan “modus kebersamaan” ke arah yang lebih global.
 Faktor perbedaan individual
            Perbedaan antar individu akan sangat menentukan ukuran ruang personal. Misalnya norma budaya/ sub-budaya, hal ini akan sangat penting dalam menjaga diri untuk bersosialisasi dan menemukan “modus kebersamaan”. Dalam penilitian (aielloo, 1087, hayduk, 1983; remland, jones, & brinkman, 1991). Hall (1966) mengemukakan, dalam budaya dengan “kontak” indera yang tinggi, di mana individu menggunakan ciuman dan sentuhan alat indera lainnya, orang seharusnya  berinteraksi dalam jarak yang lebih dekat. Hipotesis ini didukung oleh penelitian terhadap orang hispanik, perancis, yunani, dan arab yang menjaga jarak interaksi lebih dekat daripada orang amerika. Kesan kebersamaan akan terlihat pada budaya arab yang memperlakukan tamu sebagai raja. Kedekatan yang diraih antar-sesama personal dalam tingkat global juga sangat penting dalam mengusung suara perdamaian dunia. Seperi misalnya kenapa negara timur tengah yang sudah terbiasa dengan prinsip kedekatan personal, justru tidak memilih untuk saling bergabung dengan negara lain untuk melawan penjajahan yang dilakukan israel dan amerika terhadap palestina.
            Perilaku sehari-hari personal dalam menjalankan fungsi sosial, selayaknya dapat menjadi Penataan ruang yang kita pakai untuk bersosialisasi demi mencapai “modus kebersamaan.”
 Faktor fisikal ruangan
            Pada faktor fisikal ruangan akan berkaitan dengan pemilihan bahan material untuk ruang yang kita huni. Pada majalah konstruksi edisi no.368 menjelaskan pemilihan material bangunan, masalah terbesar dari perancangan bangunan properti, adalah penggunaan bahan-bahan seperti: batako, batu, dan beton sebagai dinding bangunan. Pada siang hari, ketika terkena sinar matahari, dinding yang terbuat dari beton, akan menyerap panas dari matahari. Panas ini, selanjutnya akan dikeluarkan kembali di malam hari. Pada daerah beriklim dingin seperti eropa dan amerika, hal tersebut akan memberikan efek positif, karena akan mengurangi penggunaan pemanas ruangan. Tetapi, di negara beriklim tropis seperti indonesia, hal tersebut justru akan sangat mengganggu. Karena, pelepasan udara oleh dinding akan menyebabkan rumah terasa lebih panas dan kering, dan banyak menyerap energi dalam pemakaian mesin pendingin.
            Efek global yang terjadi adalah memicu personal untuk memilih ruang dengan menggunakan mesin pendingin. Dan kalau hal ini menjadi tren, akan sangat memperparah pemanasan global di dunia. Atau dengan kata lain menghilangkan “modus kebersamaan”.
Berkorelasi
            “modus kebersamaan” yang lebih menjunjung nilai-nilai luhur dalam manusia akan sangat terlihat dalam pemaknaan personal terhadap ruangnya. Sehingga pemaknaan “aku” dan orang lain akan menjadi kesan seperti yang digambarkan rasulullah
antara muslim dengan muslim yang lain seperti satu bangunan yang saling mengokohkan antara yang satu dengan yang lain.” (HR. Bukhori)
perumpamaan kaum mukminijn dalam cinta kasih dan menyayangi mereka seperti satu jasad, jika ada satu anggota tubuh ada yang sakit,maka seluruh tubuh akan menggigil karena demam.” ( HR. Muslim).
Korelasi antar ruang dengan ruang personal akan membuat “modus kebersamaan” menjadi lebih bermakna, Suatu proses melihat yang tidak ada keraguannya  untuk melihat suatu yang hakiki, melihat yang rahmatan lil alamin. Wallahu alam bishawab.

Ruang Personal dan Perbedaan Budaya
Dalam eksperimen Waston & Graves (dalam Gifford, 1987), yang mengadakan studi perbedaan budaya secara terinci, mereka menggunakan sampel kelompok siswa yang terdiri dari empat orang yang &mint:: dztang ke laboratorium. Siswa-siswa ini diberitahu bahwa mereka &an diamati, tetapi tanpa diberi petunjuk atau perintah. Kelompok pertarna terdiri dari orang-orang Arab dan kelcmpok lainnya terdiri dari orang Amerika. Rerata jarak interpersonal yang dipakai orang Arab kira-kira sepanjang dari perpanjangan tangannya. Sedangkan jarak interpersonal orang Amerika terlihat lebih jauh. Orang-orang Arab menyentuh satu sama lain lebih sering dan orientasinya lebih langsung. Umumnya orang Arab lebih dekat daripada orang Amerika.
Menurut Hall norma dan adat istiadat dari kelompok budaya dan etnik yang berbeda akan tercermin dari penggunaan ruangnya, seperti susunan perabot, konfigurasi tempat tinggal dan orientasi yang dijaga oleh individu yang satu dengan individu yang lainnya. Hall menggambarkan bagaimana anggota dari bermacam-macam kelompok budaya tersebut memiliki kebiasaan spasial yang berbeda. Orang Jerman lebih sensitif terhadap gangguan , memilik gelembung ruang personal lebih besar , dan lebih khawatir akan pemisahan fisik ketimbang orang Amerika. Sementara itu orang Inggris merupakan orang-orang pribadi. Akan tetapi mereka mengatur jarak psikologis dengan orang lain dengan menggunakan sarana-sarana verbal dan non-verbal dibandingkan sarana fisik atau lingkungan.
Hall (dalam Altman, 1976) menggambarkan bahwa kebudayaan Arab memiliki pengindraan yang tinggi, di mana orang-orang berinteraksi dengan sangat dekat: hidung ke hidung, menghembuskan napas di muka orang lain, bersentuhan dan sebagainya. Kebudayaan Arab (juga Mediterania dan Latin) cenderung berorientasi kepada “kontak” dibandingkan dengan Eropa Utara dan Kebudayaan Barat. Jarak yang dekat dan isyarat-isyarat sentuhan, penciuman, dan panas tubuh tampaknya merupakan ha1 yang lazim dalam “budaya kontak”.
Hall (dalam Altman, 1976) juga mengamati bahwa orang-orang Jepang menggunakan ruang secara teliti. Hal diduga merupakan respon terhadat populasi yang padat. Keluarga-keluarga Jepang memiliki banyak kontak interpersonal yang dekat; seringkali tidur bersamasarna dalam suatu ruangan dengan susunan yang tidak beraturan atau melakukan berbagai aktivitas dalarn mang yang sama. Pengaturan taman, pemandangan dam, dan bengkel kerja merupakan bentuk dari kreativitas dengan tingkat perkembangan yang tinggi yang saling pengaruh-mempengaruhi di antarasemuarasa yang ada, rnenunjukkan pentingnya hubungan antara manusia dengan lingkungannya.

Variasi budaya dalam komunikasi nonverbal

Budaya asal seseorang amat menentukan bagaimana orang tersebut berkomunikasi secara nonverbal. Perbedaan ini dapat meliputi perbedaan budaya Barat-Timur, budaya konteks tinggi dan konteks rendah, bahasa, dsb. Contohnya, orang dari budaya Oriental cenderung menghindari kontak mata langsung, sedangkan orang Timur Tengah, India dan Amerika Serikat biasanya menganggap kontak mata penting untuk menunjukkan keterpercayaan, dan orang yang menghindari kontak mata dianggap tidak dapat dipercaya.




SUMBER:
http://elearning.gunadarma.ac.id/, diakses 17 maret 2011 pukul 15.46
http://webcache.googleusercontent.com, diakses 17 maret 2011 pukul 15.46
http://docs.google.com,
diakses 17 maret 2011 pukul 15.46
Septiaji W./berbagai sumber,(Dalam http://bismillah444000.blog.friendster.com/2008/02/ruangruang-personal-dan-modus-kebersamaan/), diakses 17 maret 2011 pukul 15.46
http://id.wikipedia.org/wiki/Komunikasi_nonverbal, diakses 17 maret 2011 pukul 15.46