Minggu, 17 April 2011

Peran Stres dalam Memahami Hubungan Manusia dengan Lingkungan

Peran Stres dalam Memahami Hubungan Manusia dengan Lingkungan
           
Membahas tentang manusia berarti membahas tentang kehidupan sosial dan budayanya, tentang tatanan nilai-nilai, peradaban, kebudayaan, lingkungan, sumber alam, dan segala aspek yang menyangkut manusia dan lingkungannya secara menyeluruh.
Manusia adalah mahluk hidup ciptaan tuhan dengan segala fungsi dan potensinya yang tunduk kepada aturan hukum alam, mengalami kelahiran, pertumbuhan ,perkembangan, dan mati, dan seterusnya, serta terkait serta berinteraksi dengan alam dan lingkungannya dalam sebuah hubungan timbal balik baik itu positis maupun negatif. Manusia atau orang dapat diartikan berbeda-beda menurut biologis, rohani, dan istilah kebudayaan, atau secara campuran. secara biologis, manusia diklasifikasikan sebagai homo sapiens (bahasa latin untuk manusia)sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi. Manusia juga sebagai mahkluk individu memiliki pemikiran-pemikiran tentang apa yang menurutnya sesuai ketika tindakan-tindakan yang ia ambil. dan sebagai makhluk sosial yang saling berhubungan dan keterkaitannya dengan lingkungan dan tempat tinggalnya.
Menurut Veitch dan Arkkelin (1995) stres dicirikan sebagai proses yang membuka pikiran, sehingga akan bertemu dengan stressor, menjadi sadar akan bahaya, memobilisasi usaha untuk mengatasinya, mendorong untuk melawannya, serta yang membuat gagal atau berhasil dalam beradaptasi.
Lingkungan sangat mempengaruhi tingkah laku dan pola pikir manusia. Dalam kehidupannya, manusia selalu berinteraksi dan tergantung dengan lingkungan. Keadaan lingkungan yang kondusif akan membuat manusia nyaman dan selalu dalam keadaan homeostasis. Namun, lingkungan terkadang memberikan efek negatif pada manusia yang dapat menyebabkan stress. Stress tidak dapat dihindarkan. Namun demikian, dengan memahami stressor dan stress itu sendiri, kita dapat meminimalkan stress yang tidak diperlukan, dan membuat diri kita lebih sehat , baik secara fisik , maupun mental. Untuk itulah kita perlu belajar untuk hidup bersama dengan stress. Beberapa upaya yang dapat dilakukan manusia untuk meminimalisasikan munculnya stress antara lain dengan beristirahat cukup, berolahraga teratur, rekreasi, menjaga menu dan pola makan. Namun, apabila telah terjadi stress, maka dapat ditanggulangi dengan cara coping yaitu dengan coping masalah dan coping emosi.
Contoh kasus:
Stokols dan Novaco (1981) mencatat besarnya biaya pulang pergi kerja, dengan penekanan pada pulang pergi kerja dengan mobil. Diantara masalah yang menyebabkan ketergantungan kita pada transportasi pribadi untuk pulang pergi kerja adalah pemakaian energi yang berlebihan dan kenyamanan yang diberikan. Masalah yang lain muncul menjadi pemicu dari pulang pergi kerja dan pengaruhnya pada kesehatan fisik dan mental.
Stress pulang pergi kerja mempunyai beberapa sumber. Penelitian telah menemukan bahwa kemacetan diasosiasikan sebagai pembangkit. Kepadatan jalan yang tinggi dihubungkan dengan peningkatan laporan dari penyakit dada dan pengukuran kecepatan jantung, tekanan darah, ketidakteraturan denyut jantung, dan kulit. (Aronow et al, 1972; Michaels, 1962;Stokols et al, 1978; Taggart, Gibbons & Somerville, 1969).
Penelitian menyatakan bahwa rute pulang pergi kerja yang ruwet dapat menyebabkan tekanan darah yang tinggi dan detak jantung yang cepat (Littler, Honour, & Sleight, 1973). Stress pulang pergi kerja juga dipengaruhi suhu, suara, kelembaban, dan polusi udara (Stokols & Novaco, 1981).
Tingginya gangguan pulang pergi kerja lebih sulit dan maka dari itu mungkin lebih menyebabkan stress. Bukti-bukti menyebutkan bahwa pulang pergi kerja dapat menyebabkan stress, tapi luasnya pengalaman stress tergantung pada sejumlah faktor. Stressor yang lain dan karakteristik sumber juga penting. Design jalan, jumlah kepadatan, kompleksnya jalan, dan kondisi semua aspek dari lingkungan pulang pergi kerja yang mempengaruhi stress. Dalam hal ini, faktor individu seperti gaya coping sangat penting, da n respon yang berbeda-beda terhadap kondisi pulang pergi kerja.

SUMBER:




JENIS-JENIS STRESS

Jenis –Jenis Stres
Quick dan Quick (1984) mengkategorikan jenis stres menjadi dua, yaitu:
·         Eustress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi.
·         Distress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan juga organisasi seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan, dan kematian.
Holahan (1981) menyebutkan jenis stres yang dibedakan menjadi dua bagian yaitu
·         systematic stress (respon non spesifik dari tubuh terhadap beberapa tuntutan lingkungan)
·         pshychological stress (individu menjumpai lingkungan yang penuh stres sebagai ancaman yang secara kuat menantang atau melampaui kemampuan copingnya).

Stres Lingkungan
Karakteristik Respons Stress
Ketika penaksiran sebuah penyebab stress sudah dibuat oleh individu maka respons dapat ditentukan dengan baik. Misalnya, apabila ada sebuah peristiwa yang dianggap berbahaya/mengancam, akan menimbulkan respons stress berupa ketegangan. Dengan kata lain, menafsirkan sesuatu yang negatif/bahaya, dapat menghasilkan respons yang kita siapkan lebih hati-hati. Dalam hal ini, respons stress juga melibatkan proses fisiologis.
Kadar epinefrin yang banyak pada tubuh kita dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap adaptasi dan dapat memberikan keuntungan secara biologis. Efek psikologis yang berperan antara lain, merefleksikan konsekuensi adaptasi. Calhoun (1967,1970) mengungkapkan bahwa ada sebuah periode keras kepala (refractory periode) dimana suatu individu berada pada keadaan yang sembuh dari stress. Namun apabila refactory periode dicampur dengan periode lain, justru akan menambah stress. Misalnya apabila kita sakit k

Stres Lingkungan
Lazarus dan Folkman (dalam Baron dan Byrne, 1991) mengidentifikasikan stres lingkungan sebagai ancaman-ancaman yang dating dari dunia sekitar.
Singer dan Baum (dalam Evans, 1982) mengartikan stres lingkungan dalam 3 faktor, yaitu :
1.      Stressor fisik (suara)
2.      Penerimaan individu terhadap stressor yang dianggap sebagai ancaman (appraisal of the stressor)
3.       Dampak stressor pada organism (fisiologis)

Teori Stress Lingkungan (Environment Stress Theory)
Teori stress lingkungan pada dasarnya merupakan aplikasi teori stress dalam lingkungan. Berdasarkan model input proses output, maka ada 3 pendekatan dalam stress, yaitu : stress bagi stressor, stress sebagai respon atau reaksi, dan stress sebagai proses. Oleh karenanya, stress terdiri atas 3 komponen, yaitu stressor, proses, dan respon. Stressor merupakan sumber atau stimulus yang mengancam kesejahteraan seseorang, misalnya suara bising, panas atau kepadatan tinggi. Respon stress adalah reaksi yang melibatkan komponen emosional, pikiran, fisiologis dan perilaku. Proses merupakan proses transaksi antara stressor dengan kapasitas dengan kapasitas diri. Oleh karenanya, istilah stress tidak hanya merujuk pada sumber stress, respon terhadap sumber stress saja, tetapi keterikatan antara ketiganya. Artinya, ada transaksi antara sumber stress dengan kapasitas diri untuk menentukan reaksi stress. Jika sumber stress lebih besar daripada kapasitas diri maka stress negatif akan muncul, sebaiknya sumber tekanan sama dengan atau kurang sedikit dari kapasitas diri maka stress positif akan muncul. Dalam kaitannnya dengan stress lingkungan, ada transaksi antara karakteristik lingkungan dengan karakteristik individu yang menentukan apakah situasi yang menekan tersebut menimbulkan stress atau tidak. Udara panas bagi sebagian orang menurunkan kinerja, tetapi bagi orang lain yang terbiasa tinggal di daerah gurun, udara panas tidak menghambat kinerja.
Fisher (1984) melakukan sintesa pendekatan stress fisiologis dari Hans Selye dan pendekatan psikologi dari Lazarus, yang terlihat dalam bagan berikut ini :
Ada tiga tahap stress dari Hans Selye, yaitu tahap reaksi tanda bahaya, resistensi, dan tahap kelelahan. Tahap reaksi tanda bahaya adalah tahap dimana tubuh secara otomatis menerima tanda bahaya yang disampaikan oleh indera. Tubuh siap menerima ancaman atau menghindar terlihat dari otot menegang, keringat keluar, sekresi adrenalin meningkat, jantung berdebar karena darah dipompa lebih kuat sehingga tekanan darah meningkat. Tahap resistensi atau proses stress. Proses stress tidak hanya bersifat otomatis hubungan antara stimulus respon, tetapi dalam proses disini telah muncul peran-peran kognisi. Model psikologis menekankan peran interpretasi dari stressor yaitu penilaian kognitif apakah stimulus tersebut mengancam atau membahayakan. Proses penilaian terdiri atas 2 yaitu : penilaian primer dan penilaian sekunder. Penilaian primer merupakan evaluasi situasi apakah sebagai situasi yang mengancam, membahayakan, ataukah menantang. Penilaian sekunder merupakan evaluasi terhadap sumber daya yang dimiliki, baik dalam arti fisik, psikis, sosial, maupun materi. Proses penilaian primer dan sekunder akan menentukan strategi coping (Fisher 1984) dapat diklasifikasikan dalam direct action (pencarian informasi, menarik diri, atau mencoba menghentikan stressor) atau bersifat palliatif yaitu menggunakan pendekatan psikologis (meditasi, menilai ulang situasi dsb). Jika respon coping ini tidak adekuat mengatasi stressor, padahal semua energi telah dikerahkan maka orang akan masuk pada fase ketiga yaitu tahap kelelahan. Tetapi, jika orang sukses, maka orang dikatakan mampu melakukan adaptasi. Dalam psroses adaptasi tersebut memang mengeluarkan biaya dan sekaligus memetik manfaat.



Macam-Macam Sumber Stress Lingkungan
                              1.            Bencana Alam
Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba, merusak, berhenti, secara tiba-tiba dan membutuhkan usaha yang besar untuk menanggulanginya. Bencana alam meliputi hamper semua kejadian yang terjadi di alam semesta. Tidak semuanya diakibatkan oleh perilaku manusia, namun akibatnya dapat bertambah ataupun dikurangi dengan beberapa perilaku.
Definisi tentang bencana alam termasuk seluruh keadaan cuaca yang ekstrim (panas, dingin, badai, tornado, dll). Gempa bumi, letusan gunung, tanah longsor, longsoran salju, juga termasuk bencana alam, tetapi dapat juga diakibatkan oleh pengolahan bumi oleh manusia.
Apabila komunitas rusak, kita menjadi tidak leluasa untuk betingkah laku dan dapat menimbulkan reaksi yang negative. Semakin banyaknya masalah yang dihadapi oleh individu, dapat mengakibatkan pikiran kita menjadi pendek. Apabila individu makin tertekan, maka semakin kehilangan kebebasan dan selalu menyendiri. Apabila bencana ini berlarut-larut, maka individu tersebut akan minder yang mengakibatkan stress. Bencana masal dapat membuat korban kehilangan semuanya, sehingga koban cenderung berperilaku apatis, susah diatur dan emosional.
                              2.            Bencana Teknologi
Untuk memperluas pengetahuan kita terhadap lingkungan dan adaptasi kita terhadap bahayanya telah dicapai melalui kemajuan teknologi. Peningkatan kualitas hidup, perpanjangan hidup, penguasaan terhadap penyakit, dan sejenisnya itu berdasarkan pada jaringan teknologi yang telah kita ciptakan. Mesin-mesin, struktur dan hasil karya manusia yang lain yang kita terapkan ke lingkungan tidak secara parallel dijamin bisa membantu. Umumnya mesin menyelesaikan pekerjaan atas control manusia. Bagaimanapun juga, jaringan ini bisa saja gagal, dan bisa saja aa yang salah sebab itu, kita mengalami gangguan sebuah kota. Misalnya kebocoran bahan kimia beracun dan pembuangan sampah, kebocoran bendungan dan jembatan roboh.
Karakteristik Bencana Tekonolgi
Pada hal-hal tertentu, bencana teknologi menunjukkan ciri yang sama dengan kerusakan alam. Bisa akut dan sangat tiba-tiba, seperti pada sebuah kebocoran bendungan dan penggelapan. Kecelakaan teknologi ini biasanya singkat dan efek buruknya pun terlalu cepat berlalu. Akan tetapi, bencana teknologi yang lain itu kronis.
Bagi seseorang yang terkena efeknya, dampak terburuk tidak langsung tampak dan tidak teridentifikasi dengan mudah, sebuah keputusan tentang hal yang tidak jelas bisa menimbulkan banyak persoalan.
Menariknya, bencana teknologi ini mungkin lebih mengancam perasaan kita tentang control daripada hanya sebuah bencana alam. Hal ini merupakan sebuah paradoks dimana bencana alam itu tidak bisa dikontrol dan kita tidak pernah berpikir untuk mengendalikannya. Bencana-bencana teknologi yang terjadi biasanya karena kurangnya control pada sesuatu yang biasanya berjalan baik.
Hal ini mungkin saja terjadi jika kita teledor, hal ini juga untuk menguji kemampuan kita mengontrol suatu kejadian di masa yang akan dating. Kejadian ini sebenarnya tidak harus terjadi , karena mesin-mesin yang diciptakan tidak didesain untuk melakukan kesalahan dan ada tanda-tanda ketika terjadi sebuah kerusakan. Jadi, kecelakaan pada pembangkit tenaga nuklir juga tidak harus terjadi, limbah beracun juga tidak seharusnya bocor. Tapi hal ini ternyata terjadi , dan hal ini dapat menimpa siapa saja. Mungkin kita juga sring berpikir dimana ledakan selanjutnya akan terjadi?, pesawat mana yang akan bertabrakan?, Limbah mana yang akan menyebar?, dan lainnya. Ketika pemikiran itu bersifat spekulatif, ini menimbulkan tafsiran yang macam-macam mengenai bencana teknologi. Kejadian ini dapat mengurangi keyakinan umum dan menimbulkan stress (Davidson, Baum dan Collins, 1982).
Contoh kasus:
Berebut Air di Sendang Senjoyo
Sadi Martono (54), petani Desa Tegalwaton, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, masih belum pulih benar dari kekagetannya. Meski beberapa kali kesulitan air saat kemarau, baru tahun ini dia sampai menyaksikan serombongan petani dari desa lain nekat membawa godam dan palu, berniat membobol pintu air. Aliran air dari Sendang Senjoyo sudah dianggap tidak lagi terbagi adil.
Percekcokan berlangsung sengit antarpetani dari Tingkir Lor dan Kalibening (Salatiga) dengan Tingkir Tengah (Salatiga), serta sejumlah desa di Kecamatan Suruh (Kabupaten Semarang). Pasalnya, awal Agustus lalu, petani dari Kalibening berniat menjebol pintu air Aji Awur di Desa Tegalwaton.
Pintu air itu berfungsi mengatur aliran air dari Bendung Senjoyo ke arah timur, yaitu ke Tingkir Tengah dan sejumlah kelurahan di Kecamatan Suruh, serta arah utara menuju Tingkir Lor dan Kalibening.
Kondisi ketika itu sempat memanas. Kedua kubu saling menuding pihak lain mencurangi pembagian air karena merasa aliran air yang menuju lahan mereka terlalu sedikit. Beruntung, konflik berhasil diredam. Mereka berembuk bersama kepala desa setempat dan sepakat pembagian air dilakukan setiap tiga hari.
”Sekarang sudah lebih baik. Setiap petani sudah bergantian mendatangi pintu air setiap pukul 15.00. Tahun-tahun terakhir air memang semakin sulit,” kata Sadi Martono, Senin (8/9).
Aliran air Sendang Senjoyo yang berada di Desa Tegalwaton, Kecamatan Tengaran, mengalir melalui tiga bendungan: Isep-isep, Watukodok, dan Senjoyo. Mata air ini juga dimanfaatkan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Salatiga, PDAM Kabupaten Semarang, PT Damatex, dan Yonif 411 Salatiga.
Jauh sebelumnya, air Sendang Senjoyo begitu melimpah. Kebutuhan air bagi petani untuk mengairi sawah dan keperluan sehari-hari penduduk sekitar sangat mencukupi.
Namun, persoalan timbul ketika debit airnya terus turun hingga semakin parah 2-3 tahun terakhir. Hal ini memicu konflik horizontal antarpetani karena kebutuhan air mereka tetap, tetapi alirannya semakin sedikit. Terlebih lagi mereka harus berbagi dengan perusahaan-perusahaan yang memasang pipa ke mata air.
”Petani sering mengadu kesulitan air kepada saya. Perebutan air masih terjadi antarpetani karena itu yang paling tampak. Mereka mau marah kepada orang-orang ’atas’ ya enggak berani,” kata Kepala Desa Tegalwaton Agus Suranta.
Data di Ranting Pengairan Kecamatan Tengaran, Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Semarang, menunjukkan, pada tahun 1995 debit air Sendang Senjoyo saat kemarau masih mencapai 1.115 liter per detik. Akan tetapi, kini hanya berkisar 838 liter per detik, padahal kebutuhan air petani relatif tetap karena alih fungsi lahan di daerah ini tak terlalu pesat.
Dari debit air yang tersisa rata-rata 838 liter per detik, sebanyak 358 liter per detik harus direlakan petani untuk diambil pengguna besar. PDAM Kota Salatiga menyedot 278,5 liter per detik, PDAM Kabupaten Semarang 11,8 liter per detik, PT Damatex dan Timatex 53 liter per detik, dan Yonif 411 Salatiga 11,8 liter per detik.
Menurut Kepala Ranting Pengairan Kecamatan Tengaran Dalwandi, penurunan debit ini disebabkan oleh pengambilan air dalam skala besar secara terus-menerus oleh sejumlah pemakai besar. Kondisi ini diperparah dengan pengambilan air bawah tanah menggunakan sumur bor oleh sejumlah industri yang berada tak jauh dari Senjoyo.
Ironisnya, pengurasan sumber air itu tidak diimbangi dengan konservasi air, baik di hutan sekitar Sendang Senjoyo maupun Lereng Merbabu yang menjadi daerah tangkapan air. ”Kami pernah mengajak PDAM Salatiga yang menjadi pengguna terbesar ikut berpartisipasi, tetapi kurang mendapat tanggapan. Begitu juga saat kami meminta pengurangan pengambilan air,” kata Dalwandi.
Sekretaris Daerah Kota Salatiga yang juga Badan Pengawas PDAM Kota Salatiga Sri Sejati mengakui bahwa Senjoyo masih menjadi salah satu sumber utama pengambilan air. Namun, PDAM Salatiga juga masih mencoba mencari sumber air selain Senjoyo. ”Kalau untuk konservasi, akan kami coba bahas lebih jauh,” kata Sri Sejati.
Kasus Umbul Wadon
Persoalan serupa dihadapi masyarakat pada empat kecamatan di Daerah Istimewa Yogyakarta yang menggantungkan hidup dari keberadaan sumber mata air Umbul Wadon di hulu Sungai Kuning. Jika 20 tahun lampau mereka bisa dengan mudah memperoleh air yang melimpah, kini justru sebaliknya.
Sekarang ketersediaan air sangat terbatas. Air memang masih mengalir dari Umbul Wadon. Namun, sejak beberapa tahun terakhir para petani di Kecamatan Cangkringan, Ngemplak, Ngaglik, dan Pakem kian kesulitan mendapatkan air untuk ”membasahi” sawah-sawah mereka.
Kebetulan atau tidak, salah satu sumber berkurangnya pasokan air melalui Sungai Kuning tersebut akibat Umbul Wadon juga dimanfaatkan oleh tiga perusahaan air minum untuk masyarakat di Sleman dan sebagian Kota Yogyakarta. Ketiga perusahaan dimaksud adalah Tirta Dharma Sleman, Tirta Marta Kota Yogyakarta, dan Arga Jasa.
Dampaknya memang tidak dirasakan langsung oleh masyarakat yang tinggal di sekitar Umbul Wadon atau yang mengonsumsi air setiap hari, tetapi oleh petani di daerah hilir. Mereka merasakan volume air yang masuk ke sawah tidak sebanyak dulu lagi.
Tahun ini, misalnya, puluhan petak sawah kecil-kecil di Dusun Grogolan, Kecamatan Umbulmartani, yang lokasinya lebih rendah (mirip terasering) dan dekat dengan Kali Kuning pun meranggas. Bahkan, ada beberapa petak tanaman padi yang dibiarkan kering begitu saja tanpa dipanen.
”Sawah-sawah itu dulunya selalu basah, termasuk saat kemarau. Bahkan, bisa dikatakan jenis tanahnya gembur, seperti lumpur,” ujar Sudiharjo (60), petani dari Dusun Grogolan.
Notowiharjo (72), petani yang lain, menuturkan bahwa mereka masih harus mengeluarkan uang untuk mendapatkan air. Masyarakat menyebut uang itu bukan sebagai ”bayaran”, melainkan lebih pada istilah ”biaya mengisi administrasi”.
Uang itu diberikan kepada penjaga pintu air atau dam di daerah hulu. Penjaga air itulah yang nantinya mengalirkan air ke saluran atau parit menuju lahan milik petani. Cara seperti ini berlangsung sekali dalam sepekan dan bergantian dengan petani di daerah lain.
Di Kali Kuning terdapat banyak dam. Dari Umbul Wadon hingga Dusun Grogolan, yang berjarak lebih dari 6 kilometer, misalnya, terdapat 18 dam berukuran kecil atau biasa dikenal masyarakat sekitar dengan embung. Menurut petani, embung-embung ini sengaja dibangun untuk mengendalikan aliran air.
”Uang yang harus dibayar mencapai Rp 50.000. Air akan mengalir selama 12 jam, mulai dari petang hingga pagi. Air itu akan dipakai bersama-sama oleh petani yang menempati bulak tertentu,” kata Notowiharjo.
Menyusutnya air saat kemarau jelas berpengaruh terhadap produksi. Lahan milik Sudiharjo, misalnya, saat airnya melimpah bisa menghasilkan 7 kuintal padi kering, sedangkan saat ini hanya 3 kuintal karena sebagian di antaranya terserang hama.
Data dari Dinas Pengairan Pertambangan dan Penanggulangan Bencana Alam (P3BA) Kabupaten Sleman menunjukkan, debit air yang masuk ke PDAM Tirta Dharma saat ini mencapai 81 liter per detik, Tirta Martha 75,8 liter, dan Arga Jasa 15 liter per detik.
Kepala P3BA Sleman Widi Sutikno membenarkan debit air Umbul Wadon memang berkurang, terutama saat kemarau. Dalam pengukuran terakhir, debit air hanya 349,7 liter per detik. Adapun pengukuran satu bulan sebelumnya masih 376 liter per detik.
PDAM Tirta Dharma Sleman membantah tudingan bahwa mereka berusaha memperbesar debit air yang masuk ke wilayahnya. Kepala Pengawas Internal PDAM Tirta Dharma Sleman Dwi Nurwata mengatakan, sejak awal debit air tidak berubah, tetap 80 liter per detik.
Saat ini PDAM Tirta Dharma memperoleh air dari dua mata air, yakni Umbul Wadon dan Tuk Dandang di Pendowoharjo. Selain itu, mereka juga mengandalkan 17 sumur dangkal dan 15 sumur dalam.
Selama ini pemakaian Umbul Wadon secara bersama-sama bukan tidak menimbulkan konflik. Tahun 2004 lalu, misalnya, ratusan warga lereng Merapi berusaha meminta kembali pasokan air minum dan irigasi yang dihentikan pihak tertentu. Mereka juga meminta penghitungan ulang pemanfaatan air yang ada.
Kini, untuk melindungi sumber-sumber air itu, pemerintah daerah tengah mencoba melakukan konservasi di sekitar Merapi. Selain penghijauan, mereka juga berupaya memperbanyak dam. Namun, masyarakat tak bisa lagi menunggu terlalu lama. (Sumber: Kompas, 9 September 2008)
PEMBAHASAN KASUS
Stres lingkungan yang ditimbulkan kasus di atas merupakan stres lingkungan karena bencana alam berupa kekeringan yang melanda beberapa daerah seperti disebutkan pada kasus di atas. Menurut teori stres lingkungan, ada dua elemen dasar yang menyebabkan manusia bertingkah laku terhadap lingkungannya. Elemen pertama adalah stressor dan elemen kedua adalah stress itu sendiri. Stressor adalah elemen lingkungan (stimuli) yang merangsang individu. Stres (ketegangan, tekanan jiwa) adalah hubungan antara stressor dengan reaksi yang ditimbulkan dalam diri individu.
Dalam kasus di atas yang menjadi stressor adalah kekeringan. Akibat dari kekeringan yang panjang, debit air di Sendang Senjoyo menurun. Hal ini menimbulkan stres bagi para petani yang mengairi sawahnya dengan air dari Sendang Senjoyo karena sawah mereka terancam kering. Kondisi stres yang berat menimbulkan reaksi dari para petani yang berupa tindakan anarkis. Mereka nekat membawa godam dan palu, berniat membobol pintu air. Bahkan sempat terjadi percekcokan antar petani. Aliran air dari Sendang Senjoyo sudah dianggap tidak lagi terbagi adil menurut mereka. Mereka menyalahkan pengelola debit yang dianggap tidak adil dalam pembagian air. Padahal kenyataannya, debit air Sendang Senjoyo memang menurun karena kemarau. Karena dipengaruhi oleh keadaan stres yang berat, para petani tidak lagi dapat membendung amarahnya dan berpikir rasional.
Menurut teori kelebihan beban (Environmental Load Theory) yang dikemukakan oleh Cohen (1977) dan Milgram (1970) bahwa manusia mempunyai keterbatasan dalam mengolah stimulus dari lingkungannya. Jika stimulus lebih besar dari kapasitas pengolahan informasi maka terjadilah kelebihan beban (overload) yang mengakibatkan sejumlah stimuli harus diabaikan agar individu dapat memusatkan perhatiannya pada stimuli tertentu saja. Kalau kelebihan kapasitas ini terlalu besar sehingga individu sama sekali tidak mampu lagi menangani dalam kognisinya maka individu itu bisa mengalami berbagai gangguan kejiwaan seperti merasa tertekan, bosan, dan tidak berdaya.
Musim kemarau yang panjang menyebabkan kekeringan di berbagai daerah di Semarang. Sebagai akibatnya debit Sendang Senjoyo yang selama ini menjadi sumber irigasi bagi petani-petani di beberapa daerah seperti Semarang dan Salatiga menurun. Para petani jadi kesulitan mengairi sawahnya. Petani jadi terancam gagal panen karena hal tersebut. Pikiran-pikiran semacam itu membayangi petani dan menjadi stimulus bagi petani yang menimbulkan stres. Para petani mendapatkan stimulus semacam ini secara terus menerus beberapa tahun terakhir sejak debit mulai turun. Stimulus ini melebihi kapasitas pengolahan informasi sehingga terjadilah overload. Karena sudah diluar batas maka para petani menjadi tertekan, bingung dan amarah sudah tidak dapat lagi dibendung. Akibatnya, para petani nekat ingin membobol pintu air.
Menurut Teori Kendala Tingkah Laku (The Behavior Constraint Theory) yang dikemukakan oleh Bhrem, bahwa jika manusia mendapat hambatan terhadap kebebasannya untuk melakukan sesuatu ia akan berusaha memperoleh kebebasannya kembali. Reaksi ini disebut psychological reactance.
Seperti pada kasus di atas para petani merasa kebebasannya bertani terhambat karena kurangnya air untuk mengairi sawah. Mereka berpikir ada ketidakadilan dalam pembagian jatah air dan sebagai reaksinya (psychological reactance )mereka berusaha untuk mendapatkan keadilan, tetapi dengan cara yang salah, yaitu ingin membobol pintu air. Hal ini juga dikarenakan cara berpikir para petani yang berebut air yang linier. Mereka menganggap sawah kekurangan air karena ada ketidakadilan dalam pembagian jatah air sehingga reaksi mereka mendatangi Sendang Senjoyo untuk membobol air. Menurut teori cara berpikir yang dikemukakan oleh H.L. Leff bahwa ada dua macam cara orang berpikir dalam menanggapi rangsang dari lingkungan. Pertama adalah cara berpikir linier dan cara berpikir sistem. Perbedaan cara berpikir ini menyebabkan perbedaan dalam reaksi terhadap lingkungan. Jika para petani berpikir sistem pasti reaksinya pun akan berbeda. Jika mereka berpikir dengan cara berpikir sistem, mereka akan melihat kesulitan air karena musim kemarau, karena penggunaan oleh banyak pihak, dan bukan semata-mata karena ketidakadilan pengelola Sendang. Maka reaksi yang timbul pun bukan reaksi anrkis seperti pada kasus di atas.
Dapat disimpulkan bahwa reaksi dari para petani yang cukup anarkis dengan ingin membobol pintu air disebabkan beban stres yang berat dan melebihi batas karena kekurangan air dan kemungkinan gagal panen yang berdampak pada kerugian.
Solusi untuk kasus di atas adalah dari semua pihak yang menggunakan Sendang Senjoyo untuk keperluan masing-masing harus bertemu dan berkumpul untuk membicarakan masalah ini. Pertama dari pihak pengelola menerangkan bahwa debit ais Sendang Senjoyo memang mengalami penurunan beberapa tahun terakhir dengan menjelaskan sebab-sebabnya agar kesalahpahaman dapat terhindarkan. Kemudian dari pihak yang menggunakan air Sendang Senjoyo dalam jumlah besar harus mengusahakan memiliki alternatif sumber lain agar tidak sepenuhnya mengambil dari Sendang Senjoyo. Dari semua pihak diharapkan mau bekerjasama untuk membangun konservasi air di hutan dekat Sendang Senjoyo agar pengurasan air dalam skala besar ini tidak lagi menurunkan debit air karena diimbangi dengan adanya konservasi.
Sumber:
Fadilla, Avin. 1999. Beberapa Teori Psikologi Lingkungan. Diakses pada : Senin, 18 april 2011. http://avin.staff.ugm.ac.id/data/jurnal/hidupdikota_ avin.pdf














Selasa, 12 April 2011

STRESS

Stress 

PENGERTIAN
Stres adalah suatu kondisi anda yang dinamis saat seorang individu dihadapkan pada peluang, tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan oleh individu itu dan yang hasilnya dipandang tidak pasti dan penting. Stress adalah beban rohani yang melebihi kemampuan maksimum rohani itu sendiri, sehingga perbuatan kurang terkontrol secara sehat.
Stres tidak selalu buruk, walaupun biasanya dibahas dalam konteks negatif, karena stres memiliki nilai positif ketika menjadi peluang saat menawarkan potensi hasil. Sebagai contoh, banyak profesional memandang tekanan berupa beban kerja yang berat dan tenggat waktu yang mepet sebagai tantangan positif yang menaikkan mutu pekerjaan mereka dan kepuasan yang mereka dapatkan dari pekerjaan mereka.
Stres bisa positif dan bisa negatif. Para peneliti berpendapat bahwa stres tantangan, atau stres yang menyertai tantangan di lingkungan kerja, beroperasi sangat berbeda dari stres hambatan, atau stres yang menghalangi dalam mencapai tujuan. Meskipun riset mengenai stres tantangan dan stres hambatan baru tahap permulaan, bukti awal menunjukan bahwa stres tantangan memiliki banyak implikasi yang lebih sedikit negatifnya dibanding stres hambatan.
Ada beberpa definisi stress menurut beberapa ahli, diantaranya yaitu :
1.      Menurut Robbins (2001:563) stress juga dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang menekan keadaan psikis seseorang dalam mencapai suatu kesempatan dimana untuk mencapai kesempatan tersebut terdapat batasan atau penghalang.
2.      Menurut lazarus (1976), stres adalah suatu keadaan psikologis individu yang disebabkan karena individu dihadapkan pada situasi internal dan eksternal.
3.      Menurut Korchin (1976), keadaan stress muncul apabila tuntutan-tuntutan yang luar biasa atau terlalu banyak mengancam kesejahteraan atau integrasi seseorang.

Sumber-sumber potensi stress berdasarkan Faktor lingkungan
Selain memengaruhi desain struktur sebuah organisasi, ketidakpastian lingkungan juga memengaruhi tingkat stres para karyawan dan organisasi. Perubahan dalam siklus bisnis menciptakan ketidakpastian ekonomi, misalnya, ketika ekonomi memburuk orang merasa cemas terhadap kelangsungan pekerjaannya
Model Stres :
1.            Model stres berdasar respon
Model stres dari Selye ( 1976 ) adalah model berdasarkan respon yang mendefinisikan stres sebagai respons non- spesifik dari tubuh terhadap setiap tuntutan yang di timpakan padanya.
2.            Model adaptasi
Model adaptasi menunjukan bahwa empat faktor menentukan apakah suatu situasi adalah menegangkan ( Mechanic, 1962 ).
Faktor pertama, biasanya bergantung pada pengalaman seseorang dengan stresor serupa, sistem dukungan, dan persepsi keseluruhan.
Faktor kedua, berkenaan dengan praktik dan norma kelompok sebaya individu
Faktor ketiga, adalah dampak dari lingkungan sosial dalam membantu seorang individu untuk beradaptasi terhadap stresor
Faktor keempat, sumber yang dapat digunakan untuk mengatasi stresor.
3.          Model Berdasar Stimulus
Model berdasar stimulus berfokus pada karakteristik yang mengganggu atau disruptif di dalam lingkungan.

Model berdasarkan memfokusakan pada asumsi berikut ( McNett, 1989 )
1)   Peristiwa perubahan dalam kehidupan adalah normal, dan perubahan ini memutuhkan tipe dan durasi penyesuaian yang sama.
2)   Individu adalah resepien pasif dari stres, dan persepsi mereka terhadap peristiwa adalah tidak relevan.
3)   Semua orang mempunyai ambang stimulus yang sama, dan penyakit dapat terjadi pada setiap titik setelah ambang tersebut.
3.            Model Berdasar Transaksi
Model berdsarkan transaksi memandang individu dan lingkungan dalam hubungan yang dinamis, resiprokal, dan interaktif ( Lazarus & Folkman , 1984 ).
MODEL STRES
Cox ( dalam Crider dkk, 1983) mengemukakan 3 model stress yaitu :
1.      Respone- based model
Stress model ini mengacu sebagai sekelompok gangguan kejiwaan dan respon-respon psikis yang timbul pada situasi sulit. Dimana model ini mencoba untuk mengidentifikasikan pola-pola kejiwaan dan respon-respon  kejiwaan yang diukur pada lingkungan yang sulit. Pusat perhatian dari model ini adalah bagaimana stressor yang berasal dariperistiwa lingkungan yang berbeda-beda dapat menghasilkan respon stress yang sama.
Stresor kehidupan moderen ini diantaranya. :
a.       Berbagai fluktuasi ekonomi dan segala akibatnya ( menciutnya anggaran rumah tangga , pengangguran dan lain-lain ).
b.      Perceraian, keretakan rumah tangga akibat konflik ,kekecewaan dan sebagainya
c.       Persaingan yang keras dan tidak sehat.
d.      Diskriminasi dan segala macam keterkaitannya akan membawa pengaruh yang menghambat perkembangan individu dan kelompok.
e.       Perubahan sosial yang cepat apabila tiadak diimbangi dengan penyusuaian etika dan moral konvisional ynag memadai akan terasa ancaman. Dalam kondisi terburuk nilai materikalistik akan mendominasi nilai moral spiritual yang akan menimbulkan benturan konflik yang mungkin sebagian terungkap, sedangkan sebagian lainnya menjadi beban perasaan individu atau kelompok.

2.      Stimulus –based model
Model stress ini memusatkan perhatian pada sifat-sifat stimuli stress. Tiga karakteristik penting dari stimuli area adalah
a.       Overload
Diukur ketika sebuah stimulus dating secara intens dan individu tidak dapat mengadaptasi lebih lama lagi
b.      Conflict
Diukur ketika sebuah stimulus secara stimulant membangkitkan dua atau lebih respon-respon yang tidak berkesesuaian.
c.       Uncontrollability
Adalah peristiwa-peristiwa dari kehidupan tang bebas/ tidak tergantung pada perilaku dimana pada situasi ini menunjukan tingkat stress yang tinggi.
3.      Intercational model
Model ini merupakan perpaduan dari Respone- based model dan Stimulus –based model . dimana pada model ini lebih menekankan ke dalam bagaimana mengatasi stress.

CONTOH KASUS
DALAM hidup sehari-hari, kita dihadapkan pada berbagai tuntutan dan tekanan. Ada yang mampu menyesuaikan diri dengan tenang dan santai; yang lain menanggapi dengan cemas, gelisah, dan marah. Ketidakmampuan menyesuaikan diri menimbulkan ketegangan jiwa, seperti menahan beban sangat berat. Itulah stres.
Seorang mahasiswi pascasarjana, sebutlah namanya Lina, untuk kesekiankalinya keluar dari ruang kerja dosen pembimbing tesisnya dengan lunglai. Sudah lebih dari setahun ia mondar-mandir konsultasi, tetapi hasilnya belum tampak, sementara beasiswa yang ia terima sudah hampir habis.
Bila tidak lulus dalam dua bulan ini, pada semester berikutnya ia harus menanggung sendiri biaya studinya. Padahal, ia juga harus menghidupi diri sendiri untuk keperluan sehari-hari karena sudah yatim piatu sejak SMP.
Sebenarnya, ia sudah mulai tertekan sejak teman sekelasnya lulus tepat waktu. Sempat memiliki indeks prestasi tertinggi di kelas, dan menjadi nomor dua sejak semester kedua, pada dasarnya Lina sangat bersemangat untuk menjadi yang terbaik dan lulus cepat.

Pada mulanya, ia senang mendapatkan pembimbing dari institusi yang sudah mapan. Namun, ternyata proses bimbingan sangat alot, dosen mengulur-ulur waktu, dan akhirnya tidak mendapatkan umpan balik yang memadai.
Ia pernah mencoba mengonsultasikan tulisannya pada beberapa dosen lain yang lebih terbuka, dan mereka semua menilai sebenarnya tidak banyak masalah pada tulisannya. Ia semakin tertekan sejak karibnya sekelas hampir lulus meski diselingi melahirkan anak. Bahkan, adik kelasnya sudah dua orang yang hampir selesai.
Dengan hampir habisnya beasiswa yang ia terima, dan hasil konsultasi terakhir ia masih belum diizinkan mengambil data ke lapangan, ia merasa tidak sanggup lagi menghadapi situasi. Terlebih-lebih, dosen pembimbing kembali melontarkan kata-kata yang menyerang pribadinya. Selama ini, ia sudah selalu mengalah demi kelancaran proses bimbingan, tetapi tidak berpengaruh.

Apa itu stres?
Richard Bugelski dan Anthony M Graziano (1980) menyatakan bahwa stres adalah suatu istilah umum yang digunakan psikolog-psikolog untuk menunjukkan ketegangan seseorang karena tidak mampu mengatasi tuntutan-tuntutan atau tekanan-tekanan sekelilingnya. Dalam bahasa sehari-hari, stres adalah suatu kondisi ketegangan yang kemudian mempengaruhi fisik, mental, perilaku seseorang.
Jadi, stres melibatkan interaksi antara individu dan lingkungannya. Kebanyakan orang menyebut stres untuk menunjuk pada kondisi seseorang tidak mampu mengatasi tuntutan, keinginan, harapan, atau tekanan dari sekelilingnya yang berakibat, baik pada fisik, mental, maupun perilakunya.
Hubungan dengan kepribadian
Cara kita dalam memberikan tanggapan terhadap stres berbeda-beda. Tanggapan tersebut tidak hanya ditentukan oleh faktor fisiologis saja, melainkan juga ditentukan oleh faktor psikologis, yaitu kepribadian. Orang dengan tipe kepribadian Tipe A akan berbeda dalam menanggapi stres dibandingkan dengan orang yang memiliki kepribadian Tipe B.
Orang yang memiliki kepribadian Tipe A adalah mereka yang ingin segalanya serba cepat, tidak sabaran terhadap kemajuan suatu peristiwa, bergulat keras untuk memikirkan dua atau tiga hal sekaligus, tidak dapat mengatasi waktu luang, dan terobsesi oleh bilangan yang mengukur sukses mereka dalam bentuk berapa banyak yang akan dia peroleh. Sebaliknya, orang yang memiliki kepribadian Tipe B adalah mereka yang sabar dan tidak pernah merasakan urgensinya waktu; tidak merasa perlu menonjolkan prestasi, kecuali dituntut oleh situasi; lebih mengutamakan kesenangan dan santai; dan dapat santai tanpa rasa salah.
Dari ciri-ciri di atas, orang yang memiliki kepribadian Tipe A lebih mudah mengalami stres daripada orang kepribadian Tipe B. Dari penelitian, kita mengetahui bahwa orang dengan kepribadian Tipe A lebih mudah mendapatkan serangan jantung, darah tinggi, dan stroke.
Contoh kasus di atas menunjukkan bahwa mahasiswi tersebut mengalami stres karena tekanan yang ia terima dari dosen, tuntutan dari dirinya sendiri untuk cepat lulus, serta tuntutan dari bos tempat ia bekerja untuk memperlihatkan unjuk kerja yang baik. Ia juga takut kehabisan waktu studi dan takut kehilangan pekerjaan.

Akibatnya beragam
Menurut Cox (1978), akibat dari stres dapat dikelompokkan, antara lain :
* Akibat fisik, antara lain meningkatnya detak jantung, tekanan darah dan gula darah, banyak mengeluarkan keringat, mulut terasa kering, sesak napas, demam, dan mati rasa.
* Akibat psikologis, antara lain cemas, agresif, apatis, bosan, depresi, kelelahan, frustrasi, merasa berdosa dan malu, cepat marah, murung, merasa harga diri rendah, kesepian, dan mudah gugup.
* Akibat pada perilaku, antara lain menjadi pencandu obat, makan banyak atau kurang nafsu makan, pemabuk dan perokok, semaunya sendiri, dan gemar mengucapkan kata-kata kotor/jorok .
* Akibat kognitif, antara lain tidak mampu membuat keputusan, sering lupa, dan sangat sensitif terhadap kritik.
* Akibat dalam pekerjaan, antara lain sering tidak masuk kerja, hubungan dengan teman kerja buruk, dan produktivitas menurun.
Mahasiswi yang menjadi contoh kasus di atas telah mengalami beberapa akibat stres di atas, terutama akibat psikologis, akibat kognitif, dan akibat dalam pekerjaannya.

Kiat mengelola
Stres tidak dapat dihindari karena senantiasa akan muncul dalam kehidupan kita. Mau tidak mau, kita harus menghadapinya secara aktif dan menguasai situasi khusus yang menyebabkannya.
Dalam mengatasi stres, kita tetap memfokuskan pada kejadian-kejadian yang menyebabkan stres (stressor) dan mencoba menghadapinya meskipun perasaan cemas, gelisah, dan marah melingkupi kita.
Dalam keadaan stres, kita dihadapkan kepada dua hal yang saling berkaitan, yaitu menghadapi stres tersebut secara efektif dan mengontrol kecemasan, kegelisahan, dan kemarahan dengan baik. Dengan demikian, kita tidak dikuasai oleh stres, justru mengelolanya menjadi suatu yang positif.

Ada tiga cara mengelola stres dengan baik, yaitu:
* Menghindari (avoidance). Dalam hal ini kita mencoba menghindarkan diri dari hal-hal yang membuat kita stres. Kenalilah kegiatan-kegiatan apa saja yang dapat menimbulkan stres pada diri kita. Dengan mengenali, kita dapat menjauhinya sehingga terhindar dari stres tersebut. Namun, bila terpaksa harus menghadapinya, kita lebih siap karena sudah tahu akibatnya dan dapat mengatasinya dengan lebih santai dan bijak. Contohnya, kita menghindari jalanan yang biasanya macet dengan mencari jalan lain yang lancar walaupun mungkin lebih jauh.

* Mengalihkan stressor menjadi hal positif. Kita tidak membiarkan stressor menguasai kita, sehingga kita benar-benar menjadi stres. Contohnya, kita tidak membiarkan rasa jemu saat menunggu seseorang atau melakukan perjalanan jauh dengan membaca atau mendengarkan musik.

* Mitigasi (mitigation). Kita diharapkan dapat mengelola stres dengan efektif dengan memelihara tubuh secara baik. Cara ini dapat membantu jiwa sekaligus raga kita dalam mengendalikan atau mengontrol stres yang menimpa.

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan, antara lain :
- Olahraga. Berolahraga teratur tidak hanya membuat tubuh semakin sehat. Kita juga lebih enak tidur sehingga seluruh otot dan saraf kita dapat beristirahat dengan baik. Berolahraga sekaligus berfungsi sebagai psychological relaxer yang mengalihkan perhatian kita dari hal-hal yang membuat stres.

- Rekreasi. Dengan rekreasi kita menjauhkan pikiran dan emosi terhadap hal-hal yang membuat stres. Rekreasi sekaligus istirahat singkat sambil bergembira ria akan menyebabkan pikiran dan semangat kita segar kembali.

- Rileks. Rileks terbukti dapat mencegah akibat stres pada diri kita dengan menurunkan denyut jantung dan tekanan darah, serta memberikan rasa tenang. Rileks dapat dilakukan dengan meditasi, latihan pernapasan dalam, tai chi, pemijatan, berdoa (zikir). Cara paling gampang adalah bernapas dengan tenang dan teratur sambil memikirkan hal-hal yang menyenangkan.
Upaya mengatasi stres akan gagal jika kita mencoba mengabaikannya, menyangkal, atau malahan lari dari stres yang dialami. Dalam kasus Lina di atas, dengan bantuan pembimbing lain, selama ini ia telah melakukan banyak hal untuk mengusahakan keserasian antara dirinya dan dosen pembimbingnya, meski belum menunjukkan hasil efektif. Langkah terakhir yang perlu dilakukan adalah rileks.


SUMBER:

http://id.wikipedia.org/wiki/Stres, diakses pada tanggal 10 april 2011 pukul 13.00
http://kasturi82.blogspot.com/2009/04/jenis-jenis-stres.html, diakses pada tanggal 12 april 2011, 19.00
http://warungkopi.forumotion.net/t2351-berkelit-dari-stres, diakses pada tanggal 12 april 2011,19.25