Senin, 28 Maret 2011

Teritorialitas

Teritorialitas

Pengertian Teritorialitas
Holahan (dalam Iskandar, 1990, mengungkapkan bahwa teritorialitas adalah suatu tingkah laku yang diasosiasikan pemilikan atau tempat yang ditempatinya atau area yang sering melibatkan ciri pemiliknya dan pertahanan dari serangan orang lain. Dengan demikian menurut Altman (1975) penghuni tempat tersebut dapat mengontrol daerahnya atau unitnya dengan benar, atau merupakan suatu teritorial primer.
Elemen-elemen Teritorialitas
Menurut Lang (1987), terdapat empat karakter dari teritorialitas, yaitu :
·       kepemilikan atau hak dari suatu tempat
·      personalisasi atau penandaan dari suatu area tertentu
·      hak untuk mempertahankan diri dari gangguan luar
·      pengatur dari beberapa fungsi, mulai dari bertemunya kebutuhan dasar psikologis sampai kepada kepuasan kognitif dan kebutuhan-kebutuhan estetika.

Porteus (dalam Lang, 1987) mengidentifikasikan 3 kumpulan tingkat spesial yang saling terkait satu sama lain :
·       personal space
·      home base, ruang-ruang yang dipertahankan secara aktif
·      home range, seting-seting perilaku yang terbentuk dari bagian kehidupan seseorang 

Teritorialitas dibagi menjadi tiga, yaitu : teritorial primer, teritorial sekunder dan teritorial umum.
Teritorialitas Primer
Jenis teritori ini dimiliki serta dipergunakan secara khusus bagi pemiliknya. Pelanggaran terhadap teritori utama ini akan menimbulkan perlawanan dari pemiliknya dan ketidakmampuan untuk mempertahankan teritori utama ini akan mengakibatkan masalah serius terhadap psikologis pemiliknya, yaitu dalam hal harga diri dan identitas. Contoh teritorial berdasarkan di kehidupan sehari – hari misalnya : Ruang kerja,Ruang tidur.
Teritorialitas SekunderJenis teritori ini lebih longgar pemakaian dan kontrol perorangannya. Teritorial ini dapat digunakan orang lain yang masih di dalam kelompok ataupun orang yang mempunyai kepentingan kepada kelompok itu. Sifat teritorial sekunder adalah semi – publik.
contoh teritorial berdasarkan di kehidupan sehari – hari misalnya : Kantor, Toilet
Teritorialitas UmumTeritorial umum dapat digunakan oleh setiap orang dengan mengikuti aturan – aturan yang lazim di dalam masyarakat dimana teritorial umum itu berada. Teritorial umum dapat dipergunakan secara sementara dalam jangka waktu lama maupun singkat.
Contoh teritorial berdasarkan di kehidupan sehari – hari misalnya : Ruang kuliah, Bangku Bus.
Perbedaan Budaya
Secara budaya terdapat perbedaan sikap teritori hal ini dilatar belakangi oleh budaya seseorang yang sangat beragam. Apabila seseorang mengunjungi ruang publik yang jauh berada diluar kultur budayanya pasti akan sangat berbeda sikap teritorinya. Sebagai contoh seorang Eropa datang dan berkunjung ke Asia dan dia melakukan interaksi sosial di ruang publik negara yang dikunjungi, ini akan sangat berbeda sikap teritorinya.
Teritorialitas dan Perbedaan Budaya
Teritorialitas pada setiap negara berbeda-beda tergantung dari budaya yang dimiliki oleh negara tersebut. Jenis kelamin juga mempengaruhi teritorialitas seeorang, dimana wanita memerlukan ruang yang lebih kecil dibandingkan pria. Lalu penduduk desa lebih tinggi toleransinya dalam menentukan teritorialitasnya dibandingkan dengan penduduk yang tinggal diperkotaan.

1. Prinsip Teritorial (Territorial Principle):
Prinsip ini lahir dari pendapat bahwa sebuah negara memiliki kewenangan absolut terhadap orang, benda dan kejadian-kejadian di dalam wilayahnya sehingga dapat menjalankan yurisdiksinya terhadap siapa saja dalam semua jenis kasus hukum (kecuali dalam hal adanya kekebalan yurisdiksi seperti yang berlaku kepada para diplomat asing). Penerapan asas ini akan menemui kesulitan dalam hal kejadian kriminal yang melibatkan dua atau lebih negara.
Contoh:
Misalnya seorang pria menembakkan senjatanya di dalam wilayah Negara Ruritania dan melewati batas Negara tersebut sehingga mengenai pria lain dan terbunuh di negara Bloggovia.
Untuk menyelesaikan masalah ini, prinsip territorial telah mengenal dua metode pelaksanaan, yaitu secara “subyektif” dan secara “obyektif

Subjective territorial principle:
Prinsip ini memberikan yurisdiksi kepada negara yang di wilayahnya tindakan kriminal “dimulai” meskipun akibatnya terjadi di wilayah Negara lain.

Objective territorial principle:
Merupakan kebalikan dari prinsip diatas, prinsip ini memberikan yurisdiksi kepada negara dimana akibat dari perbuatan kriminal tersebut terjadi, meskipun dimulai di luar wilayah Negara tersebut.

Contoh kasus:
Komando teritorial TNI AD pasca Gerakan Mei 1998
Reformasi internal TNI AD setelah kejatuhan rezim Soeharto pada bulan Mei 1998, khususnya pembentukan kembali Kodam Pattimura di Maluku dan Kodam Iskandar Muda di Nanggroe Aceh Darussalam pasca Gerakan Mei 1998. Bagi pihak TNI (TNI AD) program tersebut merupakan jawaban atas tekanan publik politik yang menghendaki TNI kembali ke barak. Namun pokok masalahnya adalah program tersebut tetap tidak memuaskan publik politik (kubu reformasi), karena disamping program ini lahir dari inisiatif TNI sendiri juga dinilai belum mampu menghapus keseluruhan praktek `dwifungsi ABRI' termasuk melikuidasi/merestrukturisasi Koternya. Bagi TNI AD Kodam Bukit Barisan; meliputi Aceh dan Kodam Trikora; meliputi Maluku keduanya dinilai sudah tidak efektif dan efesien lagi dalam menangani konflik tersebut. Selain pertimbangan konflik penambahan Kodam juga didasarkan atas berbagai sebab-sebab internal dan ekternal TNI AD. Sebab-sebab internal TNI AD diidentifikasi ke dalam faktor profesionalisme, orientasi politik dan orientasi ekonomi. Sedang sebab-sebab eksternal TNI AD meliputi faktor rekomendasi kebijakan (formulasi politik dan format kebijakan) pemerintahan sipil dan faktor stabilitas politik dan keamanan dalam negeri. Pasca Gerakan Mei 1998 tugas dan fungsi -Kodam-- Koter TNI AD masih menyentuh pelaksanaan fungsi sospol. Penyebab utamanya adalah karena dalam struktur Koter TNT AD masih terdapat fungsi non-militer; fungsi pembinaan teritorial (binter) yang dalam prakteknya dapat bermakna luas. Kebijakan TNI AD menambah Kodamnya menunjukkan kecenderungannya ke arah `pretorian populis' (mass pretorian) dan `moderator pretorian' untuk beradaptasi dengan pemerintahan sipil `model liberal' tuntutan reformasi, setelah terlebih dahulu beralih ke tipologi 'arbitrator army' untuk tetap sebagai `pasukan bedah besi' dengan sedikit berpartisipasi di pemerintahan (co-ruler). Koter TNI AD pasca Gerakan Mei 1998 yang masih terbukti memiliki fungsi sospol menunjukkan bahwa konteslasi hubungan sipil-militer masih berlangsung. Hal ini tentu akan mempengaruhi proses pembangunan pemerintahan demokratis karena menghambat pembentukan institusi militer profesional sebagai syarat utamanya. Kepustakaan : 74 buku, 11 dokumen, 2 makalah, 3 peraturan hukum, 35 surat kabar/majalah, dan 6 internet.
           



SUMBER:

Dharma, Agus.Teori Arsitektur 3.Jakarta:Gunadarma,1998.
http://file.upi.edu, diakses 28 Maret 2011, 21.27
http://eprints.ui.ac.id/6852/, diakses 28 Maret 2011, 22.56





Tidak ada komentar:

Posting Komentar